Pesawat Kertas


“Plukk!” pesawat kertas itu jatuh tepat di depannya. “Mana pesawatnya?” ucap Putri. “Emm mana yaa?” jawab Yono. “Siniin dong, plisss!” pinta Putri. “Ya udah deh, nih” ucap Yono sambil memberikan pesawat kertas itu kepada Putri. “Nah gitu dong” ucap Putri manis. Putri pun memainkan pesawat kertasnya kembali.
Putri memang sangat suka dengan pesawat kertas. Entah, menurutnya pesawat kertas adalah hal yang paling menginspirasi dirinya. “Put, kenapa sih main pesawat terus?” tanya Via teman Putri. “Memangnya kenapa?” balas Putri sinis. “Ya gak apa-apa, kamu itu aneh!” ujar Via. Putri segera berhenti memainkan pesawat kertasnya itu. “Aneh kenapa?” ucap Putri tak mengerti. “Liat dong, semua anak main bareng! Tapi kamu? Asik sama dunia pesawatmu sendiri!” gerutu Via kesal. “Tapi? Ini memang aku! Maaf aku gak mau debat sama kamu! Aku lagi puasa” balas Putri sabar. Via hanya diam membatu setelah mendengar ucapan itu dari Putri, dan ia langsung meninggalkan Putri begitu saja.
Putri merenungi apa yang Via katakan. “Ya Allah, apa benar aku ini salah?” batinnya menangis. “Apa aku sibuk dengan duniaku sendiri? Tapi, ini bukan duniaku! Ini hanyalah cita-citaku saja” perlahan ia mulai meneteskan air mata.
Keesokan harinya, saat istirahat pertama Putri masih diam di tempat duduknya. “Put, kamu kenapa?” tanya Nita, teman Putri. “Ehh, gak gak papa kok” ucap Putri gugup. “Kamu dari tadi melamun? Biasanya kamu main pesawat kertas?” tanya Nita penasaran. “Iya, gak papa” ucap Putri tersenyum tipis. Putri menaruh kepalanya di atas meja. “Kamu sakit Put?” tanya Nita khawatir. “Tidak” balas Putri pendek. “Ya sudah kalau begitu, aku keluar ya?” ucap Nita. “Iya” jawab Putri.
Putri masih memikirkan kejadian yang kemarin, saat dirinya ditegur oleh Via. “Put, aku minta maaf” ucap seseorang menepuk pundak Putri. Serentak Putri menoleh ke arahnya. “Eh Via, Iya gak papa” ucap Putri seraya mengelap air matanya. “Putri kok nangis?” ucap Via penuh rasa bersalah. “Enggak gak papa” ucap Putri menenangkan diri. Tanpa berkata lain, Via langsung memeluk erat Putri. “Maaf yaa, kemarin aku ngomong gitu, karena aku ngerasa kamu gak mau deket sama kita” ucap Via berusaha menjelaskan. “Iya, tapi bukan itu maksudku” Putri berusaha menjawab. “Iya, ya sudahlah tidak usah dibahas kembali” ucap Via menyelesaikan.
Dari kejadian itu, Putri membuang jauh-jauh tentang keinginannya untuk menjadi seorang Insinyur Pesawat. Putri tak ingin ada temannya yang merasa ia jauhi karena hanya sebuah pesawat kertas! “Mungkin mereka benar, aku hanya sibuk dengan dunia khayalku” ucap batinnya. Putri segera membuang semua pesawat kertasnya ke dalam tong sampah. “Loh Put kenapa dibuang?” tanya Gigih tak mengerti. “Emm, tak apa” balas Putri ringan. “Kamu itu aneh! Kemarin kamu buat pesawat kertas sampai buku kamu tipis? Sekarang malah dibuang? Mubadzir Put!” ujar Gigih menasehati. Putri diam dan tak tahu harus mengatakan apa. Akhirnya Putri langsung berlari meninggalkan Gigih. Hati Putri sangat kacau saat itu, air matanya terus membasahi pipinya. Putri tak habis pikir, semua yang ia lakukan selalu saja salah.
Putri segera mengambil buku diary yang ada di dalam tasnya. “Dear diary, Putri nggak paham sama semua ini. Hati Putri rapuh! Semua yang Putri lakukan selalu saja salah, Putri bingung Putri harus bagaimana?” tulis Putri pada diary tersebut. Setelah selesai menulis diary, Putri segera menaruhnya kembali ke dalam tas.
Detik berganti detik, menit berganti menit, jam berganti jam, dan hari berganti hari. Saatnya Putri kembali untuk masuk sekolah. Hari ini hari bagi Putri melaksanakan tugas piket. “Put, ini diisi dulu absensi kelasnya” ujar Aan. “Iya, taruh saja dulu di mejaku” balas Putri yang sedang menyapu lantai kelas. “Oke” ucap Aan sambil meletakkan absensi di meja Putri. Setelah lantai kelas terlihat bersih, Putri segera mengembalikan sapu di pojok kelas, dan segera kembali ke mejanya untuk mengisi absensi kelas.
Waktu pun berputar dengan sangat cepat, tak terasa sudah saatnya pulang. Putri segera meraih tasnya dan segera meninggalkan tempat duduknya. Ketika Putri sedang berjalan keluar kelas tiba-tiba hujan lebat pun turun. “Yahh? Kok hujan?” ucap Putri dengan nada kecewa. Putri pun memutuskan untuk menunggu hujan itu sampai reda. Setelah menunggu beberapa menit, hujan itu belum juga reda. “Pulangnya bagaimana ini?” hati Putri bertanya. Putri kebingungan karena hujan semakin deras. Seketika Putri memandang langit, Putri segera mengeluarkan buku diarynya. “Dear diary, Langit kenapa kamu nangis? Jangan menangis sekarang, cukup aku saja yang merasakan perih ini. Hentikan sekarang juga tangisanmu, aku sedih jika kau sedih. Kumohonn” tulis Putri pada diary tersebut. Ajaibb! Seketika langit langsung memunculkan senyumannya melalui cahaya matahari. Tanpa berpikir panjang, Putri langsung bergegas untuk kembali ke rumah.
Pagi pun telah datang kembali. Saatnya berangkat sekolah. Pagi ini Putri kelihatan sangat lesu. “Kenapa? Sakit?” tanya Nikmah. “Tidak” singkatnya. “Tapi wajahmu pucat pasi” tanyanya kembali. “Sudah biasa” balas Putri renyah. “Biasa bagaimana?” ucapnya penasaran. “Sudahlah lupakan saja” ujar Putri. “Hari ini kamu sangat aneh” ucap Nikmah. “Sudah cukup! jangan bilang aku aneh lagi!” gerutu Putri. “Tapi hari ini? Kau tak seriang yang kemarin” ujar Nikmah. “Ya! Karena aku baru saja kehilangan cita-citaku” ucapnya meneteskan air mata. “Cita-citamu? Apa?” tanya Nikmah penasaran. “Insinyur pesawat” celetuk Putri sambil mengelap air matanya. “Kenapa” tanyanya belum mengerti. “Aku bingung, kau tahu kan? Aku sangat suka dengan pesawat? Tapi banyak orang yang merasa, kalau aku menjauhi mereka hanya karena sebuah pesawat kertas? Hanya karena aku sibuk dengan duniaku?” ucapnya dengan air mata yang mengalir. “Siapa yang merasa? Aku tidak? Aku mendukungmu” ucapnya menenangkan. “Ya! Memang dia bukan kamu” ucap Putri menegaskan. “Lalu siapa?” tanyanya penasaran. “Sudahlah lupakan saja” ucap Putri membuang muka. “Put, percayalah! Jika Insinyur Pesawat adalah hidupmu, pasti kau bisa mencapainya” ucap Nikmah memotivasi. “Iya, tapi aku bingung” ucap Putri dengan hati tak karuan. Nikmah langsung menyobek kertas bukunya. “Nih, tulis saja apa yang kamu rasakan sekarang” perintahnya. “Untuk apa?” tanya Putri tak mengerti. “Sudahlah lakukan saja” perintahnya kembali. “Baiklah” ucap Putri menyerah.
Putri segera menuliskan perasaannya sekarang di kertas yang diberikan oleh Nikmah. “Sudah. Lalu mau kau apakan?” ucap Putri bingung. Tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun, Nikmah langsung melipat kertas itu menjadi sebuah pesawat. “Apa maksudnya? Aku tak mengerti” ucap Putri. “Sudah, ayo ikut aku” balas Nikmah sambil menarik tangan Putri. “Heyy! Mau kemana?” bentak Putri. Nikmah tak menghiraukan suara Putri yang terus berteriak. Dan tiba-tiba Nikmah menghentikan langkahnya di depan Laboratorium Bahasa. “Mau apa sih? Malah kesini?” ucap Putri penuh bertanya. “Kamu itu dari tadi cerewet banget sih?” gerutu Nikmah kesal. “Iya iya deh” ucap Putri mengalah. “Sudah terbangkan pesawatmu disini” ucapnya memerintah kembali. “Baiklah” ujar Putri. Putri segera menerbangkan pesawat kertasnya itu, dan anehnya pesawat itu langsung menghilang, entah kemana. “Loh? Pesawatnya kemana?” ucap Putri keheranan. “Sudahlah, mungkin sudah sampai ke Allah” ujar Nikmah menghibur. “Okee, mungkin saja” ucap Putri penuh dengan senyum. “Ya sudah, kamu kembali ke kelas dulu saja, aku masih ada urusan sebentar” ucap Nikmah. “Ya sudah, aku kembali” ujarnya sambil berlari kecil. Setelah Putri kembali ke kelas, Nikmah segera mencari pesawat milik Putri tadi. “Ini dia!” ucap Nikmah lirih. Setelah itu Nikmah langsung menyimpan pesawat milik Putri tadi di sakunya.
*Teeet* bel pulang sekolah berbunyi nyaring. Semua murid-murid berhamburan keluar kelas. Tapi beda halnya dengan Nikmah. Ketika bel pulang sekolah berbunyi, ia malah pergi ke perpustakaan. “Hey! Mau kemana kamu?” ujar Putri setengah berteriak. “Emm? Perpustakaan” jawab Nikmah kebingungan. “Ini kan sudah bel pulang? Perpustakaan pastinya sudah tutup” ucap Putri berpendapat. “Biarlah!” celetuk Nikmah. “Ya sudah kalau begitu! Aku pulang!” balas Putri kesal. Putri pun langsung membuang mukanya dan segera pergi meninggalkan Nikmah.
Pagi pun telah datang kembali. Hari ini tepat umurnya bertambah menjadi 13 tahun. “Selamat Ulang Tahun Putri” ucap Ibu sambil membawa kue tart. “Wahh, terimakasih Bu” balas Putri sambil mencium ibunya. “Iya sama-sama Put. Ya sudah, pergi mandi dulu sana” ucap Ibunya lembut. “Baik Bu” balasnya menurut.
Setelah selesai, Putri segera bersiap-siap dan segera menuju ke sekolah. Putri berjalan dengan cepat untuk menuju ke kelasnya. “Kok pintunya ditutup? Ini kan masih setengah tujuh?” batinnya bergumam. Putri pun makin mempercepat langkahnya. Ia takut, jika pagi ini ada pelajaran jam nol. Ketika Putri membuka pintu kelasnya, Putri tersentak kaget! Karena teman-teman kelasnya membuat kejutan yang sangat spesial. Putri tercengang, memandangi setiap sudut kelasnya. “Pesawat kertas?” ucap Putri agak keras. “Maaf ya Put, sebenarnya kemarin aku membaca isi pesawat kertas yang kau terbangkan di depan Laboratorium Bahasa” jelasnya meminta maaf. “Kau membacanya?” tanya Putri. “Maaf Put” ucap Nikmah kembali. “Tak apa. terimakasih atas semua ini. Aku suka” balas Putri penuh senyuman. “Iya Put sama-sama. Happy birthday sahabatku” ucap Nikmah seraya memeluk Putri. “Terimakasih” balas Putri sambil memeluk Nikmah juga. “Putriii..” panggil seseorang. “Via?” ucap Putri sambil menoleh ke arahnya. “Happy birthday yaa” ujarnya sambil menepuk pundak Putri. “Iya, terimakasih” balas Putri. “Maaf ya Put, kemarin aku melarangmu untuk..”. “Sudahlah tak apa” ucap Putri memotong perkataan Via. “Baiklah” ujar Via. “Put.. ini semua sebenarnya ide Via” ucap Yono tiba-tiba. “Oya?” celetuk Putri. “Iyaa Put” timpal Nikmah. “Terimakasih Via. Ini sangat amazing!” ujar Putri sambil memeluk Via. “Iya Put sama-sama” balas Via tersenyum manis.
Akhirnya, Putri dan teman kelasnya pun bergembira bersama dan bersenang-senang dengan semua pesawat kertas!!
Cerpen Karangan: Putri Novitasari
Facebook: Putri Novita Sari

Comments

Popular Posts